Blitar - Sebuah lapangan bola di salah satu desa di Blitar bikin heboh. Lapangan tersebut mempunyai rumput yang sangat terawat hingga dikira ada di Eropa.
Lapangan itu bukan di dalam stadion. Lapangan itu hanyalah lapangan bola di sebuah desa. Lapangan itu berlokasi di Dusun Sumberagung, Desa Gleduk, Kecamatan Sanankulon, Kab Blitar, di Jawa Timur.
Informasi itu dibumbui dengan cerita betapa kerennya lapangan tersebut. Ada yang bilang lapangan itu tak kalah dengan lapangan bola yang ada di Eropa. Lewat foto- dan video yang beredar, lapangan itu memang terlihat begitu indah dengan motif matahari terbit.
Untuk menjawab penasaran, Garasigaming menyambangi lapangan itu Selasa (4/7/2017) pagi. Lokasinya gampang dicapai dari destinasi favorit Makam Bung Karno. Jaraknya sekitar 8 kilometer ke arah utara lalu ke barat.
Saat tiba di lokasi, lapangan itu memang keren. Apalagi dengan dikelilingi kebun tebu.
Pagi itu, Garasigaming berjumpa dengan Ketua Pemuda Desa Gleduk yang mengelola lapangan, Suryani (45 tahun). Tambahan informasi didapatkan dengan mengontak Ketua PSSI Kab Blitar, Fatato Hironi.
Tapi hari ini, lapangan tersebut mempunyai motif berbeda. Katanya, lapangan baru saja bersolek untuk menyambut gala desa pada 8 Juli sampai 8 Agustus.
Bukan hanya penampakannya yang keren, Fatato mengklaim kalau lapangan itu lebih oke ketimbang markas Arema FC, Stadion Kanjuruhan Kabupaten Malang.
"Pemain Persema saja mengakui kalau lebih bagus lapangan sini dibandingkan Stadion Kanjuruhan Kab Malang, tanahnya itu tidak keras tapi juga tidak empuk kalau dipijak, kaki tidak gampang kram," kata pria yang akrab disapa Tato saat dihubungi.
Lapangan itu menjadi populer saat Persema U-40 bermain tanding persahabatan dengan tim sepakbola Wabup Blitar bulan lalu. Istimewanya lagi, lapangan tersebut tak menjadi 'sawah' dadakan kala musim hujan. Bahkan, lapangan itu justru jadi favorit saat hujan turun. "Kalau musim hujan, saya langsung ajak anak-anak kesana. Soalnya walaupun hujan deras, air bisa langsung meresap sama sekali tidak ada genangan, jadi tidak berpengaruh ke pantulan bola," jelas Tato.
Malah Tato bilang kalau lapangan bola Gleduk sudah sesuai standar FIFA untuk pantulan bola. Namun belum bisa dipakai untuk Liga I dan II karena luasnya tidak sampai 110 x 90 meter.
Pemuda desa setempat memang serius merawat lapangan tersebut. Mereka mempunyai tiga alat pemangkas rumput untuk merapikan lapangan.
"Kami rutin merapikan rumput tiap hari Jumat. Ada tiga mesin pemangkas yang dipakai bersamaan. Biasanya kami sering mengubah motif rumputnya biar gak membosankan kalau dilihat. Ini karena mau dipakai kompetisi gala desa, jadi Jumat pekan lalu kami sesuaikan motifnya untuk memudahkan para pemain bola," jelas Suryani.
Menurut cerita Suryani, lapangan bola yang dibangun sejak tahun 2007 ini merupakan tanah bengkok desa. Karena banyak pemuda desa setempat dan sekitarnya yang membutuhkan sarana untuk berolah raga, akhirnya pemuda desa berinisiatif meminta sebagian tanah bengkok itu untuk dijadikan lapangan bola.
"Permintaan para pemuda disetujui lurah waktu itu dengan syarat harus benar-benar dirawat supaya bisa maksimal manfaatnya. Lalu kami dapat tanah seluas 105 x 75 meter ini untuk bikin lapangan bola," ungkap Suryani.
Biaya untuk perawatan juga tak mahal. Mereka menganggarkan dana Rp 400 ribu setiap bulannya.
Pemuda desa setempat memang serius merawat lapangan tersebut. Mereka mempunyai tiga alat pemangkas rumput untuk merapikan lapangan.
"Kami rutin merapikan rumput tiap hari Jumat. Ada tiga mesin pemangkas yang dipakai bersamaan. Biasanya kami sering mengubah motif rumputnya biar gak membosankan kalau dilihat. Ini karena mau dipakai kompetisi gala desa, jadi Jumat pekan lalu kami sesuaikan motifnya untuk memudahkan para pemain bola," jelas Suryani.
Menurut cerita Suryani, lapangan bola yang dibangun sejak tahun 2007 ini merupakan tanah bengkok desa. Karena banyak pemuda desa setempat dan sekitarnya yang membutuhkan sarana untuk berolah raga, akhirnya pemuda desa berinisiatif meminta sebagian tanah bengkok itu untuk dijadikan lapangan bola.
"Permintaan para pemuda disetujui lurah waktu itu dengan syarat harus benar-benar dirawat supaya bisa maksimal manfaatnya. Lalu kami dapat tanah seluas 105 x 75 meter ini untuk bikin lapangan bola," ungkap Suryani.
Biaya untuk perawatan juga tak mahal. Mereka menganggarkan dana Rp 400 ribu setiap bulannya.
"Awalnya kami patungan, tiap mau motong rumput ngumpulin uang Rp 100 ribu. Itu untuk beli bensin, oli sama minuman. Tapi sejak ada ADD tahun 2015 itu proposal pembiayaan kami Rp 5 juta selalu disetujui dan cair," ungkap bapak yang berprofesi sebagai mekanik motor ini.
Dana itu, lanjut dia, dibelikan mesin pemangkas rumput seharga Rp 3,5 juta dan membuat pembatas lapangan. Tahun 2016 lalu, Menpora Imam Nahrawi sempat datang ke lapangan ini lalu membuatkan tembok pembatas yang belum kelar dikerjakan. Ke depan, lapangan bola Gleduk akan diperluas sesuai luas lapangan untuk sepak bola standar FIFA dan destinasi wisata olah raga.
Dana itu, lanjut dia, dibelikan mesin pemangkas rumput seharga Rp 3,5 juta dan membuat pembatas lapangan. Tahun 2016 lalu, Menpora Imam Nahrawi sempat datang ke lapangan ini lalu membuatkan tembok pembatas yang belum kelar dikerjakan. Ke depan, lapangan bola Gleduk akan diperluas sesuai luas lapangan untuk sepak bola standar FIFA dan destinasi wisata olah raga.
"Kami sedang mencari dana untuk membangun tribun penonton. Karena kalau sudah ada kompetisi walaupun hanya gala desa, lapangan ini bisa menampung 500 penonton," ungkap Suryani.